Metodologi Perencanaan E-Business

Dapatkan dukungan manajemen eksekutif dan sponsor bisnis. Identifikasi tujuan bisnis utk selesaikan rencana e-bisnis . Identifikasi anggota tim dari individu-individu yg akan terliba

Uji normalitas data dalam penelitian

Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, antara lain:

Tilawatil Quran KH. Muammar ZA

ngat jaman-jaman kecil dulu, anda pasti mengenal qori termasyhur pada era itu, ya Ustad H.Muammar ZA, kali ini saya ingin berbagi file ngaji atau tilawatil quran yang beliau baca dengan teman duetnya Ustad Chumaidi, Filenya ada beberapa.

Contoh Khutbah Bahasa Sunda

Surupna panon poe dina wanci magrib kamari, jadi ciciren rengsena ibadah saum urang salila sabulan campleng, kuru cileuh kentel peujit dina waktu sabulan, lantaran ngalaksanakeun saum jeung taraweh sarta ibadah–ibadah Ramadan

Ciri-ciri Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan penawaran yang ditandai oleh adanya satu penjual/produsen dipasar berhadapan dengan permintaan seluruh pembeli atau konsumen.

Wednesday, September 28, 2011

Stadium Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup yaitu (Corwin,2001: 491) :
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi20-35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang mati
d. Penyakit ginjal stadium akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Proses pembentukan urine

Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu (Syaifuddin, 2006: 238-239):
a. Proses filtrasi
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1.200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula Bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula Bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula Bowman serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c. Sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan di teruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

Monday, September 12, 2011

Definisi Malformasi Anorektal ( MAR )

Definisi Malformasi Anorektal ( MAR )
Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina(Donna L. Wong, 520 : 2003).
Imperforata anus adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suryadi 2006 )
Malformasi anorektal adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak semputna. Anus tampat tidak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang terbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (purwanto,2001 ).

Kesimpulan dari penulis tentang pengertian di atas adalah malformasi anorektal merupakan penyakit dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar atau tertutupnya anus secara abnorma
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Malformasi Anorektal adalah suatu kelainan kongenital dimana rekrum tidak mempunyai lubang anus sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam BAB yang dapat menyebabkan konstipasi, ketidaknyamanan, dan Ketika rectum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus sehingga akan menyebabkan infeksi.

Thursday, March 24, 2011

Proses Keperawatan Pada Klien Sectio Caesarea

Proses keperawatan adalah langkah-langkah sistematis untuk penyelesaian masalah klien. Langkah-langkah sistematis tersebut dibagi dalam lima tahap meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Haryanto, 1998: 3).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data klien berdasarkan kebutuhan dasar manusia dan memberikan gambaran mengenai keadaan klien.
Tahap pengkajian terdiri dari kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisa data.

a. Pengumpulan Data
Langkah ini merupakan langkah awal dan dasar dari proses keperawatan. Dalam pengkajian, data dikumpulkan secara lengkap dari berbagai sumber, antara lain dari klien, keluarga, pemeriksaan medis maupun catatan kesehatan klien.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien meliputi unsur Bio-Psiko-Sosial-Spiritual secara komprehensif.
Data yang dikumpulkan terdiri atas :
1) Identitas
a) Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan terahir, pekerjaan, golongan darah, alamat lengkap, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrek, dan diagnosa medis.
b) Identitas Penanggung jawab
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terahir, hubungan dengan klien, dan alamat lengkap.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Berupa keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada klien post partus dengan tindakan sectio caesarea mengeluh nyeri pada luka operasi.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai dirawat dirumah sakit. Berkaitan dengan keluhan utama yang dijabarkan dengan PQRST yang meliputi hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Kualitas dan kuantitas dari keluhan, penyebaran serta tingkat kegawatan atau skala dan waktu.
c) Riwayat Kesehatan yang Lalu
Apakah klien pernah menderita penyakit yang sama pada kehamilan sebelumnya atau ada faktor predisposisi terhadap kehamilan.


d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ditanyakan pada klien atau keluarganya, apakah ada keluarga klien yang mempunyai penyakit keturunan, dan penyakit menular.
e) Riwayat Ginekologi dan Obstetri
(1) Riwayat Ginekologi
(a) Riwayat Menstruasi
Meliputi menarche, lamanya haid, siklus haid, banyaknya darah, keluhan, sifat darah, dan haid terakhir.
(b) Riwayat Perkawinan
Umur berapa waktu menikah (usia suami dan klien), sudah berapa lama menjalani pernikahan dan berapa lama usia pernikahan.
(c) Riwayat Keluarga Berencana
Alat kontrasepsi yang dipakai apa, adakah gangguan yang dirasakan, kapan mulai berhenti dan apa alasannya.
(2) Riwayat Obstetri
(a) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Meliputi tanggal partus, umur kehamilan, jenis persalinan, tempat/penolong, jenis kelamin, panjang badan bayi, berat lahir bayi, kelainan kehamilan, kelainan bayi, kelainan masa nifas, keadaan masa nifas, keadaan anak sekarang apakah sehat atau meninggal.
(b) Riwayat Kehamilan Sekarang
Apakah klien memeriksakan kehamilannya dimana, berapa kali, teratur apa tidak, mendapat imunisasi lengkap atau tidak, keluhan yang dirasakan saat hamil, adakah perdarahan, berapa berat badan sebelum hamil, selama hamil, sesudah melahirkan dan penambahan berat badan saat hamil.
(c) Riwayat Persalinan Sekarang Dengan Sectio Caesarea
Jam berapa masuk kamar operasi, berapa lama operasi, berat badan dan panjang bayi waktu lahir, jenis anastesi yang digunakan, dan jenis operasi yang digunakan.
3) Pemeriksaaan Fisik
a) Keadaan Umum
1. Kesadaran
Biasanya klien tampak lemah, kesadaran compos mentis atau terjadi penurunan kesadaran yang diakibatkan efek anestesi.
2. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, peningkatan kecil sementara baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul. Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil, dan setelah rahim kosong diafragma menurun, aksis jantung kembali normal.
b) Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas meningkat lebih dari 24x/menit jika terjadi nyeri, irama nafas vesikuler, Biasanya pada pasien dengan anestesi umum sering mempunyai keluhan batuk.
c) Sistem Kardiovaskuler
Apakah ada peningkatan vena jugularis, konjungtiva anemis karena adanya pendarahan saat persalinan post sectio caesarea, tetapi jika terjadi pendarahan hebat dapat disertai dengan adanya penurunan hemoglobin yang tajam, kapilaritas dapat terjadi penurunan akibat gangguan perpusi pada perifer, tekanan darah dapat meningkat jika disertai dengan riwayat pre-eklamsi berat yaitu sistol 140 mmHg atau lebih dan diastolik 100 mmHg atau lebih.
d) Sistem Pencernaan
Mukosa bibir akan terjadi kering akibat anestesi, bising usus tidak ada atau lemah jika post anestesi dapat terjadi mual atau muntah ini disebabkan oleh efek sentral dari anastesi atau akibat iritasi lambung oleh obat yang tertelan, sehingga menimbulkan nyeri tekan di efigastrium dan akan terjadi konstipasi satu sampai tiga hari post sectio caesarea akibat aktivitas usus terhambat.
e) Sistem Reproduksi
(1) Payudara
Pada hari kedua post partus baik normal maupun post sectio caesarea, keadaan payudara sama dengan saat hamil, kira-kira hari ketiga payudara menjadi besar, keras dan nyeri yang menandakan permulaan sekresi air susu dan kalau areola payudara dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu, ditambah dengan klien belum menetekan sehingga payudara bengkak.
(2) Uterus
Pada persalinan normal maupun post sectio caesarea setelah plasenta lahir konsistensi uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Pada post operasi sectio casarea mungkin akan terjadi perlambatan pengecilan uterus akibat dari adanya luka operasi pada uterus.

(3) Vulva
Pada persalinan normal maupun post sectio caesarea terjadi pengeluaran lochea, ada beberapa jenis lochea, diantaranya lochea rubra, lochea sanguilenta, lochea serosa, lochea alba.
(4) Perineum
Pada post sectio caesarea tidak akan ada perubahan atau perlukaan.
f) Sistem Perkemihan
Pada pasien post sectio caesarea dapat terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat mengakibatkan produksi urine menurun.
g) Sistem Integumen
Biasanya dilihat turgor kulitnya, keadaan rambut mulai dari kebersihan dan distribusi. Dilihat apakah ada strie gravidarum, linea alba dan apakah ada luka post operasi pada abdomen klien
h) Sistem Persyarafan
Tidak terjadi penurunan kesadaran pada sectio caesarea karena menggunakan anestesi spinal ataupun umum.
i) Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid, adanya keringat yang berlebihan, adanya hipo/hiperpigmentasi, riwayat penyakit diabetes militus, dan kaji pengeluaran ASI.
j) Sistem Muskuloskeletal
(1) Ekstremitas atas
Pada post sectio caesarea dapat terjadi kelemahan sebagai dampak anestesi yang mendefresikan sistem saraf pada muskuloskeletal sehingga menurunkan tonus otot. Setiap wanita nifas memiliki derajat diastasis rektus abdominis yang berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor termasuk kondisi umum dan tonus otot.
(2) Ekstremitas bawah
Pada post sectio caesarea dapat terjadi kelemahan sebagai dampak anestesi yang mendefresikan sistem saraf pada muskuloskeletal sehingga menurunkan tonus otot, serta kaji apakah ada tanda-tanda tromboplebitis yang diakibatkan kurangnya mobilitas fisik.
4) Pemeriksaan Fisik Pada Bayi
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir yaitu dilakukan dengan cara head to toe mulai dari kepala sampai ekstremitas disertai dengan refleks- refleks nya.
5) Pola Aktivitas Sehari-Hari
a) Pola Nutrisi
(1) Makan
Biasanya pada post sectio caesarea klien mengalami mual akibat pengaruh anestesi tetapi nanti hilang dengan sendirinya.
(2) Minum
Pada klien post sectio caesarea biasanya baik, dianjurkan klien banyak minum.
b) Pola Eliminasi
Pada post sectio caesarea biasanya pemenuhan eliminasi BAK tidak terganggu. Pada hari ke 2 post sectio caesarea klien masih terpasang kateter. Pemenuhan eliminasi BAB biasanya terganggu karena kondisi klien yang lemah dan sakit pada daerah abdomen sehingga klien takut untuk BAB.
c) Pola Istirahat Tidur
Karena klien merasa nyeri pada daerah luka operasi, maka biasanya tidur klien kurang dari kebutuhan. Hal ini juga bisa disebabkan oleh cemas yang datang dari klien.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Karena kondisi klien yang lemah dan ditambah adanya luka operasi pada abdomen. Biasanya aktivitas dan latihan klien terganggu.
e) Pola Personal Hygine
Karena kondisi klien yang lemah dan terdapat luka operasi pada abdomen biasanya pemenuhan personal hygine (mandi, cuci rambut gosok gigi gunting kuku) klien terganggu.
f) Ketergantungan Fisik
Apakah klien mempunyai ketergantungan fisik seperti merokok, minum-minuman keras, dan obat-obatan.
6) Aspek Psikososial dan Spiritual
a) Pola fikir dan persepsi
Apakah klien mengatakan mengetahui atau tidak tentang cara perawatan payudara, rencana akan memberikan ASI atau tidak, dan alat kontrasepsi yang akan klien pakai setelah melahirkan.
b) Persepsi diri
Hal apa yang dipikirkan klien saat dilakukan pengkajian.
c) Konsep diri
(1) Peran yaitu apakah klien menerima perannya sekarang yaitu sebagai seorang ibu dari anaknya.
(2) Identitas yaitu klien seorang istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya.
(3) Gambaran diri yaitu bagaimana penerimaan klien terhadap anggota tubuhnya yang sekarang yang tidak sempurna lagi yaitu adanya luka sectio caesarea
(4) Ideal diri yaitu bagaimana persepsi klien mengenai tubuhnya, apakah klien menerima perannya yang sekarang, dan bagaimana harapan klien kedepannya.
(5) Harga diri yaitu bagaimana perasaan klien tentang harga dirinya, apakah klien merasa dihargai atau tidak.
d) Hubungan/komunikasi
Bahasa dan komunikasi yang digunakan klien sehari-hari.
e) Kebiasaan seksual
Kebiasaan seksual sebelum hamil, setelah hamil, dan rencana akan berhubungan seksual setelah melahirkan.
f) Sistem spiritual
Agama yang diyakini klien dan keyakinan klien mengenai kesehatannya.
7) Data Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan hemoglobin <10 gr/dL bila terjadi pendarahan, peningkatan leukosit <11.300 mm3 bila terjadi infeksi. 8) Therapi Therapi yang digunakan klien post sectio caesarea. b. Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. Analisa data yaitu proses intelektual yang meliputi kegiatan menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokan data. Kemudian mencari kemungkinan penyebab dan dampak serta menentukan masalah atau penyimpangan yang terjadi.

Wednesday, March 23, 2011

Jenis-jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi di Indonesia

a. Vaksin BCG
Jadwal pemberian
Diberikan 1 kali pada umur antara 0-2 bulan
Cara Pemberian dan Dosis:
• Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml)
• Dosis pemberian: 0,05 ml sebanyak 1 kali
• Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus) , dengan menggunakan spuit suntik (ADS 0,05 ml)
• Vaksin yang dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam
b. Vaksin DPT
Jadwal Pemberian
Diberikan 3 kali (DPT 1,2,3), selang 4 minggu, umur antara 2-11 bulan
Cara Pemberian dan Dosis
• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
• Disuntikkan secara im dengan dosis pemberian 0,5ml sebanyak 3 dosis
• Dosis pertama diberikan pada anak umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu

• Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan:
• vaksin belum kadaluarsa
• vaksin disimpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
• tidak pernah terendam air
• sterilitasnya terjaga
• VVM masih dalam kondisi terjaga
• Di Posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya
c. Vaksin Jerap TT
Jadwal Pemberian
Pada WUS atau ibu hamil, dosis primer diberi 2 kali, ke 3 kali waktu 6 bulan kemudian. Diberikan 5 kali, ke 4 dan ke 5 diberikan interval minimal 1 tahun setelah pemberian ke 3 dan ke 4.
Cara Pemberian dan Dosis
• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok lebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
• Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara im atau sc dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ke 3 setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada WUS, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke 3 dan ke 4. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
• Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan:
1. vaksin belum kadaluarsa
2. vaksin disimpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
3. tidak pernah terendam air
4. sterilitasnya terjaga
5. VVM masih dalam kondisi A dan B
• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya
d. Vaksin DT
Jadwal Pemberian
Dianjurkan pada usia 8 tahun (usia anak SD)
Cara Pemberian dan Dosis
• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
• Disuntikkan secara im atau sc dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk usia ≥ 8 tahun lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td
• Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan:
1. vaksin belum kadaluarsa
2. vaksin disimpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
3. tidak pernah terendam air
4. sterilitasnya terjaga
5. VVM masih dalam kondisi A dan B
• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
e. Vaksin Polio
Jadwal Pemberian
Diberikan 4 kali (Polio 1, 2, 3, 4) selang 4 minggu, umur antara 0-11 bulan
Cara Pemberian dan Dosis
• Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
• Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru
• Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan:
1. vaksin belum kadaluarsa
2. vaksin disimpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
3. tidak pernah terendam air
4. sterilitasnya terjaga
5. VVM masih dalam kondisi A atau B
• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya
f. Vaksin Campak
Jadwal Pemberian
Pemberian 1 kali, umur antara 9 – 11 bulan
Cara Pemberian dan Dosis
• Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut
• Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subcutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6 - 7 tahun (kelas 1 SD) setelah catch-up campaign campak pada anak SD kelas 1-6.
g. Vaksin Hepatitis B
Jadwal pemberian
Pemberian 3 kali selang 4 minggu, umur antara 0-11 bulan.
Cara Pemberian dan Dosis
• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
• Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID, pemberian suntikan secara im, sebaiknya pada anterolateral paha
• Pemberian sebanyak 3 dosis
• Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan)
Untuk Hepatitis B vial
• Di unit pelayanan statis, vaksin Hep B yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan:
a. Vaksin belum kadaluarsa
b.Vaksin di simpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
c. Tidak pernah terendam air
d. Sterilitasnya terjaga
e. VVM masih dalam kondisi A dan B
• Sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya
h. Vaksin DPT-HB
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktivasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Jadwal Pemberian
Dosis pertama umur 2 bulan, diberikan 3 kali, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu

Cara Pemberian dan Dosis
• Pemberian dengan cara im, 0,5 ml sebanyak 3 dosis
• Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu
• Di unit pelayanan statis, vaksin DPT-HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan:
1. vaksin belum kadaluarsa
2. vaksin disimpandalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C
3. tidak pernah terendam air
4. Sterilitasnya terjaga
5. VVM masih dalam kondisi A dan B
• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
Sumber : catatan kuliah

Letak Colon (colon asendens dan colon desendens) - ( caecum, sigmoid, dan colon transversum)

Usus besar merupakan sambungan dari usus halus dan berakhir di rectum yang memiliki panjang sekitar 1,5 meter, lebarnya sekitar 5-6 cm. Usus besar ini menghasilkan lendir yang berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi, bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting seperti vitamin K. (Price & Wilson, 2006 : 457)
Usus besar berbentuk saluran muscular berongga yang membentang dari saecum hingga canalis ani.
Menurut letaknya colon dibagi menjadi :
a. Ekstra peritoneal (colon asendens dan colon desendens)
b. Intra peritoneal ( caecum, sigmoid, dan colon transversum)
1) Colon asendens
Panjangnya ± 14 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai colon transversum
2) Colon Transversum
Panjangnya ± 38 cm membujur dari colon asendens sampai colon desendens berada bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis
3) Colon desendens
Panjangnya ± 25 cm terletak dibawah abdomen kiri membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai ileum kiri bersambung dengan colon sigmoid
4) Colon sigmoid
Merupakan lanjutan dari colon desendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.

Tuesday, March 22, 2011

Bentuk Luka Perineum

Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
1. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002).
2. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1. Tuberositas ischii
2. Arteri pudenda interna
3. Arteri rektalis inferior

konsep Dasar Asuhan Pasca Nifas

1. Pengertian
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.
Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Periode Post partum
a. Periode post partum adalah waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru (Marylin Doengoes, edisi 1995).
b. Masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira enam minggu (Arif Mansyur, 1999).
c. Masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil lama nifas ini yaitu 6 sampai 8 minggu (Rustam Muchtar, 1998).
d. Dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil, berlangsung selama 6 minggu. (Abdul Bari Saefudin, 2002)
Periode post partum di bagi 3 :
a. Immediately post partum : 24 jam pertama
b. Early post partum : minggu pertama
c. Late post partum : minggu kedua sampai dengan keenam.
Tujuan asuhan post partum (straight, 2001)
a. Meningkatkan involusi uterus normal dan mengemabalikan pada keadaan sebelum hamil.
b. Mencegah atau meminimalkan komplipkasi post partum.
c. Meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pelvis perianal dan jaringan perianal.
d. Membantu perbaikan fungsi tubuh yang normal.
e. Meningkatkan pemahaman perubahan fisiologi dan psikologi.
f. Memfasilitasi perawatan bayi kedalam unit keluarga.
g. Mensupport keterampilan orang tua dan attachment ibu dan bayi.
h. Memberikan perencanaan pulang yang efektif.
Faktor yang mempengaruhi pengalaman post partum
a. Persalinan normal dan bayi yang dilahirkan.
b. Persiapan persalinan dan menjadi orangtua.
c. Masa transisi menjadi orang tua.
d. Peran keluarga yang di harapkan.
e. Pengalaman keluarga pada kelahiran anak.
f. Sensitifitas dan efektifitas perawat dan tenaga profesional lainnya.
g. Faktor resiko untuk terjadinya kompliaksi post partum :
1) Pre eklamasi atau eklamasi
2) Diabetes
3) Masalah Jantung
4) Overdistensi Uterus (akibat bayi kembar atau hydramnion)
5) Abruptio placenta atau placenta previa
6) Persalinan lama dan sulit.
Tanda dan gejala yang menjadi perhatian untuk dilaporkan :
a. Peningkatan perdarahan : bekuan darah atau keluarnya jaringan
b. Keluarga darah merah segar terus-menerus setelah persalinan.
c. Nyeri yang hebat.
d. Peningkatan suhu
e. Perasaan kandung kemih yang penuh dan ketidakmampuan mengosongkan
f. Perluasan hematoma.
g. Muka pucat, dingin, kulit lembab, peningkatan HR, chest pain, batuk, perasaan ketakutan pucat, dingin.
2. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Wanita Setelah Melahirkan¬¬

A. Sistem reproduksi dan struktur terkait
1) Uterus
Proses Involusi
Yaitu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini di mulai setelah placenta lahir pada proses ini terjadi proses autolisis yaitu proses perusakan secara langsung terhadap jaringan hipertropi (pembesaran sel yang ada) selama hamil.
Menurut Rustam Muchtar 1998 proses involusi sebagai berikut :
 Setelah lahir : 2 jam dibawah pusat
 1 Minggu : Pertengahan pusat simfisis
 2 Minggu : Tidak teraba disimfisis
 6 Minggu : 50 gram
 8 Minggu : 30 gram
Menurut Irene M Bobak (1995) yaitu : Dalam waktu 12 jam tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus, tinggi fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam pertama pada hari ke-6 fundus berada pada pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis, 9 hari post partum, fundus tidak terasa pada abdomen. Sub involusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil penyebab tersering, tertahannya fragmen placenta dan infeksi.

Kontraksi
Hormon okatosin yang di lepas dari kelenjar hipofisis posterior, memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu homoistatis. Homoistatis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intra miometrium, intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Selama masa ini kontraksi Uterus penting untuk dipertahankan.
Afterpain
Yaitu rasa nyeri pada masa awal purperium terutama daerah uterus. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang tertahan sepanjang masa awal puerperium pada primipara tonus uterus meningkat sehingga fundus uterus tetap kencang. Afterpains itu dipengaruhi oleh parritas bayi yang dilahirkan lama kala II serta hormon oksitosin
Tempat placenta
Pertumbuhan endometrium baru dibawah permulaan cuka atau pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dengan mencegah pembentukan jaringan perut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses involusi daerah implantasi placenta 2-3 hari pelepasan jaringan nekrotik, 7 hari post partum ke bentuk lapisan basal, 15 hari post partum regenerasi endometrium kecuali pada bekas placenta. 6 minggu post partum perkembangan sel-sel epitel endometrium.
Lochea
Yaitu Rabas (cairan) uterus yang keluar setelahg bayi lahir jenis dan karakteristik lokia yaitu : lokea rubra : mengandung darah segar debris dosi dua dan debris prokoblastik, sekitar 3-4 hari. Lokasi serosa yang mengandung darah agak kecoklatan,mengandung serum, leukosit dan debris jaringan 10 hari setelah bayi lahir warna coklat menjadi kuning di sebut lokea alba, mengandung leukosit, desi dua epitel, mucus, serum dan bakteri. Lokea alba bisa bertahan selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Selama 2 jam pertama setelah lahir jumlah cairan yang keluar dari uterus baik boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi dan aliran lochea yang keluar harus semakin berkurang.
Metode untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara subjektif menurut Jacobson (1985) dengan mengkaji jumlah cairan yang memadai tampon perineum 1 gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah dan menurut persis Mary Hamilton mengkaji jumlah darah yang terdapat dalam pembalut yaitu pembalut yang basah seluruhnya (benklot tau) mengandung sekitar 100 ml darah dan kehilangan 100 ml darah dalam 15 menit dipertimbangkan sebagai aliran yang hebat.
2) Serviks
Setelah melahirkan serviks menjadi lunak, edematosa,tipis dan rapuh, sedikit laserase. Menurut Arif Mansyur
3) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat tegang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil (6-8 minggu setelah bayi lahir) rugae akan mulai terlihat sekitar minggu ke-4. pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan operasi lain. Dalam pemeriksaan perlu penerangan yang sangat baik agar episiotomi terlihat jelas. Pemeriksaan dilakukan dengan cara miring ke arah episiotomi terlihat jelas. Pemeriksaan dilakukan dengan cara miring ke arah episiotomi dengan bokong diangkat atau dengan posisi litotomi. Kebanyakan episiotomi sembuh sebelum minggu ke-6 (Persis M. Hamilton, 1989).
4) Topangan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginegologis dapat timbul dikemudian harijaringan dasar panggul yang robek atau saat itu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus semula.
B. Sitem Endoktrin
1) Hormon placenta
Pada periode post partum terjadi perubahan produksi hormon, kadarestrogen dan progesteron menurun secara mencolok, terendah 1 minggu pasca partum, penurunan human placenta lactogen, kortisol serta placenta enzim insulin yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah sehingga dengan adanya perubahannya ini membuat masa purperium menjadi 1 periode transisi terutama bagi ibu dengan penyakit diabetik.
2) Hormon Hipofisis dan fungsi hormon
Kelenjar pitultary (hifofisis) secara fisiologi dibagi menjadi 2 bagian hipofisis anterior (adhonotifosis) dan hipofisis posterior (Neoro hipofisis). Hipofisis anterior mensekresi hormon : hormon pertumbuhan yang mempengaruhi banyak sistem metabolisme.
Adenokortikosteroid mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa,protein dan lemak.Hormon perangsang tiroid menngatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid. Hormon perangsang tiroid mengatur kecepatan skresi tiroksin oleh kelenjar tiroid. Hormon prolaktin meningkatkan kelenjar mamae dan pembentukan susu. Pada wanita menyusui kadar prolaktin serum tinggi, kadar ini di pengaruhi oleh : kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui. Kekuatan menghisap banyaknya makanan tambahan yang diberikan pada ibu, hormon perangsang folikal : dapat mempengaruhi ovulasi, Hormon lufeinisasi : mengatur pertumbuhan gonad serta aktifitas reproduksi.
Hipofisis posterior mensekresi hormon yang sangat penting, yaitu : Hormon diaretik : mengatur kecepatan ekresi air di dalam urine serta mengatur konsentrasi air dalam tubuh.
Oksitasin : mengkonsentrasi alveolus payudara sehingga membantu mengalirkan susu dari kelenjar mamae ke puting susu selama penghisapan serta kontraksi uterus.
c. Abdomen
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama sehingga apabila pada hari pertama wanita tersebut nampak seperti masih hamil. Dalam 2 minggu dinding abdomen akan rileks dan setelah 6 minggu akan pulih seperti sebelum hamil. Diastosis abdomalis adalah suatu keadaan dimana otot-otot dinding abdomen memisah. Tempat yang lemah ini akan terlihat menonjol pada saat mengedan. Seiring perjalanan waktu defet tersebut menjadi kurang terlihat.
d. Sistem Urinaria
Perubahan normal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut meningkatkan fungsi ginjal sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal pada masa post partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan. Oedema trigonium dapat menimbulkan obstruksi dan uretha sehingga terjadi refensi urinea dan kandung kemih pada masa post partum menjadi kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, hal ini dapat menimbulkan urin residual.
Dilatasi urethal normal dalam waktu 2 minggu. Pemecahan kelebihan protein 2 hari setelah melahirkan. Aseton Uria dapat terjadi pada wanita tanpa komplikasi persalinan, partus lama dan dehidrasi. Diaforesis merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretensi dalam tubuh, terjadi selama 2-2 hari pertama setelah melahirkan.
Diaforsis disebabkan oleh : menurunnya keadaan estogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan serta mekanisme tubuh dalam mengatasi kelebihan cairan.
e. Sistem Pencernaan
Pada masa awal post partum dapat terjadi penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna, penurunan bising usus, rasa mual, konstipasi dan hemoroid. Adanya diastasis rectus Abdominalis yang berat menurunkan tonus abdomen.
f. Payudara
Setelah bayi lahir dengan cepat terjadi penurunan konsentrasi hormon yang menstimualsi perkembangan payudara, (estrogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, kartisol dan insulin).
Sebagian hormon-hormon ini kembali ke kadar sebelum hamil yang ditentukan oleh ibu menyusui atau tidak. Ketika bayi menghisap puting, reflek saraf merangsang lobus posterior kelenjar pituitary untuk mensekresi hormon oksitasin.
Oksitasin merangsang refleks let-down (mengalihkan) menyebabkan ejeksi ASI dari sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada putting. Ketika ASI di hisap maka sel-sel laktasi terangsang untuk menghasilkan ASI yang lebih banyak.
g. Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung. Volume sekuncup dan arah jantung meningkat segera setelah melakukan (lebih tinggi selama 30-60 menit) hal ini terjadi karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplacenta tiba-tiba kembali ke sirkualasi umum.
Curah jantung normal 8-10 minggu setelah melahirkan. Biasanya tidak terjadi syok hipovolemik pada kehilangan darah persalinan normal (300-400 ml kelahiran tanggal pervaginam dan 2 kali lipat dengan SC). Hal ini karena adanya perubahan fisiologis pasca partum pada wanita yaitu : hilangnya sirkulasi uteroplacenta yang mengurangi ukuran pembuluh darahmaternal 10%-15% hilangnya fungsi ekstravaskuler yang disimpan selama hamil.
Tanda-tanda vital setelah melahirkan dalam batasa normal, bila temperatur selama 24 jam pertama meningkat sampai 38 derajat, keadaan ini sebagai akibat dehidrasi denyut nadi, volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama menigkat sampai 38 derajat, keadaan ini sebagai akibat dehidrasi denyut nadi, volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir, dan tekanan darah sedikit berubah atau nmenetap, evaluasi rutin bila perlu dilakukan selama 48 jam pertama.
h. Sistem Neurologi
Perubahan neurologis pada masa post partum lebih disebabkan karena adanya trauma saat melahirkan, yaitu : trauma jaringan / episiotomi : kandung kemih penuh. Sedangkan nyeri kepala bisa disebabkan oleh hipertensi, stress dll. Keadaan ini memerlukan penanganan dan pemeriksaan yang cepat
i. Sistem Muskuloskletal
Adaptasi system muskuloskeletal yang terjadi selama hamil secara langsung terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini mencakup antara lain : relaksasi, mobilitas dan perubahan pusat

berat akibat pembesaran rahim. Serta semua sendi akan kembali ke keadaan sebelum hamil.
j. Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil bis amenghilang. Sedangkan hiperpegmentasi di areola dan nigra tidak menghilang seluruhnya atau dapat menetap kulit yang menegang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak menghilang. Rambut halus yang tumbuh pada saat hamil akan menghilang. Olaporesis perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem inegumen.
k. Sistem kekebalan
Kebutuhan ibu untuk mendapatkan vaksin ditetapkan
l. Adaptasi psikologis post partum
Selama periode post partum tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu ditambah atau dirubah.Dengan adanya perubahan tersebut diperlukan suatu adaptasi baik pada ibu maupun bapak. Tiga fase penyesuaian terhadap peran sebagai orang tua yang ditandai oleh perilaku independen, perilaku dependen-mendiri, dan perilaku interdependen (Irene M. Gobak,1995)
Post partum Blues merupakan respon emosi ibu post partum dimana ia merasa sangat tertekan, mungkin menangis, individu tidak tahu mengapa ia merasa depresi.keadaan ini sifatnya sementara 1-10 hari menghilang, penyebab koping dan respon menjadi orang tua tidak adaptif meliputi : memberi makan,menstimulasi bayi,

mengistirahatkan bayi, persepsi yang realitas, memiliki inisiatif melakukan kegiatan positif, menginteraksikan dengan anak lain, rasa puas terhadap peran mengasuh (Irene M. Bobak, at all, 1995)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan masa nifas :

1. Mobilisasi
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jama post partum untuk memcegah perdarahan post partum. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk, hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka.

2. Diet / Makanan

Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung cukup protein, banyak cairan, serta banyak buah-buahan dan sayuran karena si ibu ini mengalami hemokosentrasi.

3. Buang Air Kecil

Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita sulit kencing karena pada persalinan m.sphicter vesica et urethare mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musc. sphincter ani. Juga oleh karena adanya oedem kandungan kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dengan wanita sulit kencing sebaiknya lakukan kateterisasi, sebab hal ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Bila infeksi telah terjadi (urethritis, cystitis, pyelitis), maka pemberian antibiotika sudah pada tempatnya.

4. Buang Air Besar
Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul berak yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar (laxantia) peroral atau parenterala, atau dilakukan klisma bila masih belum berakhir. Karena jika tidak, feses dapat tertimbun di rektum, dan menimbulkan demam.

5. Demam

Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5 C dari keadaan normal, tapi tidak melebihi 38 C. Dan sesudah 12 jam pertama suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 C/ mungkin telah ada infeksi.


6. Mules-mules

Hal ini timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa sedang menyusui. Hal ini dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Perasaan sakit ini juga timbul bila masih ada sisa selaput ketuban, plasenta atau gumpalan dari di cavum uteri. Bila si ibu sangat mengeluh, dapat diberikan analgetik atau sedativa supaya ia dapat beristirahat tidur.

7. Laktasi
8. Jam sesudah persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis,DM berat, psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae.
Atau kelainan pada bayinya sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato palatoschizis) sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde.

3. PEMERIKSAAN PASCA PERSALINAN

Pada wanita yang bersalin secara normal, sebaiknya dianjurkan untuk kembali 6 minggu sesudah melahirkan. Namun bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali untuk kontrol seminggu kemudian.

Pemeriksaan pasca persalinan meliputi :

a. Pemeriksaan keadaan umum: tensi, nadi, suhu badan, selera makan, keluhan, dll
b. Keadaan payudara dan puting susu.
c. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektrum.
d. Sekret yang keluar (lochia, flour albus).
e. Keadaan alat-alat kandungan (cervix, uterus, adnexa).

Pemeriksaan sesudah 40 hari ini tidak merupakan pemeriksaan terakhir, lebih-lebih bila ditemukan kelainan meskipun sifatnya ringan. Alangkah baiknya bila cara ini dipakai sebagai kebiasaan untuk mengetahui apakah wanita sesudah bersalin menderika kelainan biarpun ringan. Hal ini banyak manfaatnya agar wanita jangan sampai menderita penyakit yang makin lama makin berat hingga tidak dapat atau susah diobati.

Nasihat/penkes untuk ibu post natal:
1. Fisioterapi pastnatal adalah baik diberikan
2. Susukanlah bayi anda
3. Kerjakan senam hamil
4. Ber-KB untuk menjarangkan anak dan untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarganya.
5. Bawalah bayi untuk imunisasi.

PSIKOLOGIS DALAM PERSALINAN

Kegiatan komunikasi terapeutik pada ibu melahirkan merupakan pemberian bantuan pada ibu yang akan melahirkan dengan kegiatan bimbingan proses persalinan.

A. Tujuan Komunikasi terapeutik Pada Ibu Dengan Gangguan Psikologi Saat Persalinan
1. Membantu pasien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan pikiran selama Proses persalinan
2.Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.
3. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri untuk kesejahteraan ibu dan proses persalinan agar dapat berjalan dengan semestinya.

B. Pendekatan Komunikasi Terapeutik.
1. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien.
Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.
2. Kehadiran.
Kehadiran merupakan bentuk tindakan aktif ketrampilan yang meliputi mengayasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Bila memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran aktif dalam asuhan.
3. Mendengarkan.
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.
4. Sentuhan dalam pendampingan klien yang bersalin.
Komunikasi non verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata. Sentuhan bidan terhadap klien akan memberi rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi.
5. Memberi informasi tentang kemajuan persalinan.
Hal ini diupayakan untuk memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat menyelesaikan persalinan. Pemahaman dapat mengerangi kecemasan dan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi. Informasi yang diberikan diulang beberapa kali dan jika mungkin berikan secara tertulis.
6. Memandu persalinan dengan memandu intruksi khusus tentang bernafas, berelaksasi dan posisi postur tubuh. Misalnya : bidan meminta klien ketika ada his untuk meneran. Ketika his menghilang, bidan mengatakan pada ibu untuk bernafas pajang dan rileks.
7. Mengadakan kontak fisik dengan klien.
Kontak fisik dapat dilakukan dengan menggosok punggung, memeluk dan menyeka keringat serta membersihkan wajah klien.
8. Memberikan pujian.
Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah dilakukannya.
9. Memberikan ucapan selamat pada klien atas kelahiran putranya dan menyatakan ikut berbahagia.
Komunikasi terapeutik pada ibu dengan gangguan psikologi saat persalinan dilaksanakan oleh bidan dengan sikap sebagai seorang tua dewasa, karena suatu ketika bidan harus memberikan perimbangan.

Monday, March 21, 2011

GERAKAN SAYANG IBU


Gerakan sayang ibu(GSI) merupakan produk kesepakatan inter sektoral yang terdiri dari berbagai Dinas/instansi Pemerintah,organisasi Profesi, LSM serta Organisasi permpuan dan Organisasi Kemasyarakatan lainnya. Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan gerakn untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil,melahirkan dan nifas,diantaranya dengan menghapus pandangan-pandangan yang sselama ini bias gender,diskriminatif dalam bidang Hak dan Kesehatan Reproduksi.
Gerakan Sayang Ibu(GSI) telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tahun 1996 di Kabupaten Karang Anyar Jawa Tengah. Sejak saat itu pelaksanan Gerakan Sayang Ibu merupakan gerakan nasional untuk mempercepat penuruna angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan ibu nifas(AKI). Disamping itu Gerakan Sayang Ibu (GSI) diarahkan untuk pengarusutamaan gender di lingkungan masyarakat dan keluarga. Pada awalnya Gerakan Sayang Ibu (GSI) dilaksankan di 8 pripinsi yang kemudian berkembang ke seluruh propinsi di indonesia.

Maksud Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan gerakan masyarakat bersama dengan pemerintah. Selanjutnya yang dimaksud Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah:
“suatu geraakan yang dilaksanankan oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta kematian bayi”
Dari pengertian tersebut diatas, terdapat 3 unsur pokok yang sangat penting, yaitu:
Pertama : Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah.
Artinya : Pelaksananaan Gerakan Sayang Ibu (GSI) melibatkan masyarakat secara aktis, tidak hanya sebagai sasaran, tetapi juga sebagi pelaku. Keikutsertaan masyaraakat dalam Gerakan Sayang Ibu merupakan pengalihan pengelola dan tanggung jawab secara bertahap dari pemerintah kepada masyarakat. Proses ini membutuhkan waktu yang panjang, konsisten dan intensif. Dalam proses ini, keterlibatkan sektoral,pemerintah daerah sangat dubutuhkan sekali.
Kedua : Geraakan Sayang Ibu (GSI) mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan sebagai sumber daya manusia.
Artinya : Perempuan yang selama ini telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif dalam bebagai bidang, tyermasuk dalam bidang Kesehatan Reproduksi dan telah menimbulakan berbagai masalah sampai menyebabkan kematian ibu yang tinggi karena hamil,malahirkan dan nifas. Perlakuan tidak adil tersebut telah menyebabkan perempuan tertinggal dalam berbagai bidang kegiatan kehidupan jika dibandingkan dengan mitra laki-laki. Gerakan Sayang Ibu melaui pendekatan pemberdayaan masyarakat, terutama para laki-laki agar memperhatikan hak-hak reproduksi perempuasn serta melindungi dengan cara membantu memberikan perawatan kepada ibu-ibu hamil, melahirkan dan nifas. Dengan hamil dan melahirkan dalm kondisi yang sehat serta direncanakan dengan baik, akan memberikan peliang para ibu-ibu tersebut untuk mengembangkan potensi dirinya dengan baik.
Disamping mengembangkan potensi dirinya, ibu-ibu tersebut dapat merawat bayi dilahirkannya dengan baik, diantaranya dengan memberikan ASI Esklusif yang sangat dibutuhkan oleh bayi serta merawat kesehatan bayi yang dilahirkan dengan baik. Hal ini akan berdampak dalam usaha menurunkan angka kematian bayi.
Ketiga : Gerakan Sayang Ibu (GSI) bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu hamil, melahirkan dan nifas dan bayi.
Artinya : kematian ibu hamil, melahirkan dan nifas di indonesia sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup, atau terdapat sekitar18.000 perempuan meninggal dunia setiap tahun dan kondisi ini merupakan angka kematian ibu tertinggi di ASEAN. Kondisi tersebut, sangatmenghambat upaya pembangunan, khusunya dalam pelaksanaan program peningkatan kualitas hidup perempuan.
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) melalui GSI untuk menyadarkan masyarakat dan keluarga mengenai pentingnya memahami tiga fase terlambat yang dapat menyebebkan kematian ibu,yaitu (WHO, 1998):
Terlambat satu : terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan baik secara individu, keluarga atau keduanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhui fase satu ini adalah terlambat mengenali kehamilan dalam situasi gawat.jauh dari fasilitas kesehtan, biaya, persepsi menganai kualitas dan efetifitas dari perawatan kesehtan.
Terlambat kedua: terlambat mendapat pelayanan fasilitas pelayana kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhui fase dua ini lama pengangkutan, kondisi jalan, dan biaya transportasi.
Terlambat ketiga : terlambat mendapatkan pelayanan adekuat
Faktor-faktor yang mempengaruhi fase tiga ini adalah terlambat mendapatkan pelayanan pertama kali dirumah sakit (rujukan). Keterlambatan ini dipengaruhi oleh kelengkapan peralatan Rumah Sakit, ketersedian Obat, dan ketersediaan tenaga kesehatan terlatih.
Disamping tiga terlambat, faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah 4 TERLALU,yaitu:
• Terlalu muda untuk hamil
• Teralu tua untuk hamil
• Terlalu sering untuk hamil
• Terlalu banyak untuk melahirkan
Empat terlau terssebut, disamping mempunyai pengaruh terhadap angka kematian ibu, juga mempunyai dampak terhadap angka kematian bayi dan pertumbuhan kesehatan yang dilahirkan.
Pendekatan Pengembangan Masyarakat
Massalah Kesehatan Reproduksi di indonesia akan sulit ditembus secara tuntas, apabila kita hannya berbicara soal pelayanan saja, karena masalah sosial budaya masyarakat memepunyai pengaruh yang sangat besar. Dengan demekian dapat diutarakan dalam uraian diatas, Gerakan sayang Ibu kegiatannya lebih banyak menitikberatkan pada mobilisasi potensi masyarakat dengan model pendekatan pengembangan masyrakat (community delevoment approach) yang basisi operasional terletak pada pembentukan mminat bersama dan konsessus yang bulat. Yang dimaksud dengan konsesus atau mufakat adalah suatu keadaan dimana warga masyarakat telah setuju atau mufakat terhadap nilal-nilal atau upaya program yang akan dilaksanakan bersama.
Mengubah Inovasi
Gerakan Sayang Ibu yang kegiatannya ditunjang oleh tim pokja dan tim satgas GSI telah mampu mendorong masyarakat untuk berperan secra aktif dan mengembangkan pontesinya dengan melahirkan ide-ide kreatif dalam melaksanakan GSI di daerahnya, seperti:
• Pengadan Dana Bersalin.
Dana bersalin yang merupakan usaha swadaya masyarakat ini, ditujukan bagi Keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1, yang tidak mampu untukmempenyai persalinan pada temat-tempat persalinan kesehatan.
• Donor Darah.
Dalam memenuhi kebutuhan donor untuk bantu persalinan, dalam kegiatan GSI warga masyarakat telah mengembangkan berbagai cara, diantaranya seperti yang terdapat di malang jawa timur, masyrakat malang khususunya kecamatan singosari membentuk kelompok donor darah bagi ibu melahirkan,yang terdiri dari laki-laki dewasa.
• Ambulan desa
Seringkali masalah kebutuhan transportasi untuk membantu ibu hami yang akan melahirkan menjadi masalah yang sangat penting,maka dalam menanggulanginya permasalahan tersebut, warga masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Sayang Ibu telah melakukan terbosan dengan menyediakan Ambulan Desa.
• Pondok sayang Ibu.
Pondok sayang ibu pertama kali muncul atas ide PKK lampung. Untuk membantu ibu-ibu hamil yang akan melahirkan, tetapi tempat tinggal jauh tempat pelayanan.
• Pendataan Ibu Hamil.
Untukmendeteksi ibu hamil khususnya yang beresiko tinggi dan untuk mengetahui ibu hamil yang hendak melahirkan, warga masyarakat yang terbergabung dalam kegiatan GSI mengadakan pendataan ibu hamil dan sekaligus dicantumkan dalam peta. Bagi ibu hamil yang beresiko tinggi diberi tanda biru, untuk yang normal diberi tanda kuning. Ide ini dikembangkan dari sumatra selatan dan telah banyak dikembangkan didaerah lain.
• Kemetriaan Bidan-Dukun Bayi
• Kegiatan KIE
Masyarakat melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) GSI melalui pengajian, penyuluhan bagi calon pengantin,posyandu, khotbah jum’at, bahkan di sumtra utara telah mengembangkan secara mandiri pembuatan billboard GSI sampai di desa.
Kegiatan KIE banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari para petugas lapangan keluarga bverencana, petugas depag, dinas kesehatn dan sebagiannya.